Sebelum tema ini kita bahas bersama-sama, saya mengajak anda untuk
menyanyikan lagu Indonesia raya instrumental, lalu sediakan kopi hangat
biar tulisan yang anda akan baca sesaat ini lebih terasa mencair. Perlu
saya jelaskan, bahwa Tulisan ini tidak bermaksud memprovokasi, tidak
pula untuk mencari keuntungan bahkan nama. Tulisan ini mengalir dari
hati nurani setelah sekian lama sudah Indonesia merdeka namun dirasa
masih lamban berjalan menuju merdeka sepenuhnya. Seperti yang pernah Tan
Malaka katakan yaitu Merdeka 100%. Dan ini jaman dimana anda dan saya
terjebak diantara keduanya.
Mari kita awali dengan membayangkan bahwa di suatu pagi yang indah, anda merasakan sinar mentari yang terbit lewat celah-celah jendela merasuk hangat hingga ke hati. Hawanya sejuk,udara nya bersih segar ketika dihirup. Kopi yang anda minum pagi itu, adalah kopi yang sedang anda minum saat ini. Sungguh nikmat!
Namun menjelang siang hari, ada suatu pemandangan yang tidak enak di luar jendela di depan rumah.
Menjelang waktu itu sampai malam hari, kendaraan macet akibat jalan berlubang. Debu-debu bertaburan di udara –kalau cuaca cerah-, dan bahkan masuk ke dalam buih-buih kopi yang anda minum. Dan ini terjadi setiap hari. Ironis bukan?
Sumber : http://www.tintahijau.com/images/phocagallery/photoberita/thumbs/phoca_thumb_l_Bfi6GvIIUAAKKIQ.jpg
Apalagi ketika membaca ini (http://www.tintahijau.com/megapolitan/41-peristiwa/5947-walahjalan-menuju-rumah-bupati-subang-rusak-berat),dan berdiskusi dengan teman yang sering melewati daerah ini. Ada apa dengan potret negeri hari ini? Pentingkah kita menyalahkan pemerintah? atau karena kesadaran rakyat Indonesia masa kini terhadap lingkungan sangat minim? Sehingga tak pernah ada “win-win solution” untuk mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi secara berulang.
Singapura adalah Negara kecil, sumber daya alamnya minim tapi pembangunannya mempunyai karakter kuat. Lama kita merdeka, tapi cara berpikir yang masih digunakan adalah cara berpikir menggunakan sumber daya alam saja. Telah lama mungkin dewasa ini, dunia mulai berpikir untuk membangun sumber daya manusia yang handal dan memadukan dengan sumber daya alam yang tersedia. Hanya belum ada yang sadar atau sengaja tidak sadar. Beberapa dari Pemerintahan dan masyarakat kita sesungguhnya belum menemukan bentuk.
Ijinkan saya mengakhiri tulisan ngawur ini dengan kata-kata yang “V” ucapkan dalam film “V For Vendetta” ketika mengakhiri pidato revolusinya :
“…untuk melihat siapa yangbersalah, mari kita menatap cermin….”
Mari kita awali dengan membayangkan bahwa di suatu pagi yang indah, anda merasakan sinar mentari yang terbit lewat celah-celah jendela merasuk hangat hingga ke hati. Hawanya sejuk,udara nya bersih segar ketika dihirup. Kopi yang anda minum pagi itu, adalah kopi yang sedang anda minum saat ini. Sungguh nikmat!
Namun menjelang siang hari, ada suatu pemandangan yang tidak enak di luar jendela di depan rumah.
Menjelang waktu itu sampai malam hari, kendaraan macet akibat jalan berlubang. Debu-debu bertaburan di udara –kalau cuaca cerah-, dan bahkan masuk ke dalam buih-buih kopi yang anda minum. Dan ini terjadi setiap hari. Ironis bukan?
Sumber : http://www.tintahijau.com/images/phocagallery/photoberita/thumbs/phoca_thumb_l_Bfi6GvIIUAAKKIQ.jpg
Apalagi ketika membaca ini (http://www.tintahijau.com/megapolitan/41-peristiwa/5947-walahjalan-menuju-rumah-bupati-subang-rusak-berat),dan berdiskusi dengan teman yang sering melewati daerah ini. Ada apa dengan potret negeri hari ini? Pentingkah kita menyalahkan pemerintah? atau karena kesadaran rakyat Indonesia masa kini terhadap lingkungan sangat minim? Sehingga tak pernah ada “win-win solution” untuk mengatasi agar hal tersebut tidak terjadi secara berulang.
Singapura adalah Negara kecil, sumber daya alamnya minim tapi pembangunannya mempunyai karakter kuat. Lama kita merdeka, tapi cara berpikir yang masih digunakan adalah cara berpikir menggunakan sumber daya alam saja. Telah lama mungkin dewasa ini, dunia mulai berpikir untuk membangun sumber daya manusia yang handal dan memadukan dengan sumber daya alam yang tersedia. Hanya belum ada yang sadar atau sengaja tidak sadar. Beberapa dari Pemerintahan dan masyarakat kita sesungguhnya belum menemukan bentuk.
Ijinkan saya mengakhiri tulisan ngawur ini dengan kata-kata yang “V” ucapkan dalam film “V For Vendetta” ketika mengakhiri pidato revolusinya :
“…untuk melihat siapa yangbersalah, mari kita menatap cermin….”
Comments
Post a Comment